Minggu, 02 November 2014

Hidup Baru

MAHASISWA
(Mati-matian Harapkan Istri dan Mertuwa) (maaf agak memaksa)

Kekuatan baru sudah aku miliki, dan pengalaman baru sudah aku jelajahi. Aku pun kini telah berevolusi menjadi Mahasiswa. Tak hanya resah ku yang ada dalam cerita - cerita yang akan datang, namun juga..

Kisah Cinta Baru yang mungkin akan menarik bila kita bahas, namun mungkin tidak menarik bagimu untuk dibaca. Untuk itu disarankan pada anda untuk segera menutup blog ini sebelum anda menyesal kerena telah membacanya.

Untukmu Part 2/2

Singkat cerita, kami berhasil bersama. Tentu tidak untuk waktu yang lama. Jalan yang kupilih bukanlah langkah terbaik menuju kebahagian kami. Tiga bulan berlalu, dan sirna lah perasaan suka yang kau miliki. Sengaja aku menunjukkan sisi buruk yang kumiliki, agar kau tahu. Inilah aku. Namun sifat lain dari dirimu menolak keras bagian dariku yang sulit dipisahkan. Ku coba memperbaiki semua namun apalah daya. Habis sudah cintamu untukku. Kami pun mengakhiri hubungan tanpa kesan tersebut.

Waktu telah mengubah perasaan ini. Atau mungkin juga keadaan. Entah ini yang disebut dengan cinta sesaat? Di mana para remaja menyukai lawan jenisnya sampai tiba waktunya rasa suka itu habis secara cepat maupun lamban. Tapi kucoba menggali sisi baik dari ini. Aku tak perlu lagi susah - susah memikirkannya, dan tentu tidak perlu repot - repot menghabiskan waktu mengingat dia, hal indah itu. Ta kada lagi hasrat untuk menunjukkan sisa cinta ini. Lupakan saja, toh kau pun sudah lama melupakannya. Kini ijinkan aku melakukan hal yang sama.

Kau berkata padaku bahwa tak lagi memiliki perasaan lagi padanya, Seketika aku pun percaya, karena rasa sukaku padamu sedang pada puncaknya. Kutelaah lagi dirimu, dan kutemukan kau masih saja mengingatnya. Hati ini tersayat tiga rasanya. Hal indah ini masih belum bisa melupakan mantan pengisi hatinya. Dan aku mengetahui hal ini setelah Ia mengatakan bahwa tidak ada lagi rasa untuk mantannya tersebut. Apa kau ingin membodohiku? Atau memang aku yang bodoh sejak awal? Jawabnya hanya ada di ujung langit (?).

Sudah saatnya melupakan kenangan tentangmu. Namun ku ingin kau tau. Kau akan tetap menjadi teman yang aku sayangi sama seperti temanku yang lain.

-END-

Kamis, 29 Mei 2014

Untukmu part 1

UNTUKMU

*play music, start typing...*

Halo, ini aku lagi.
Terakhir mungkin hanya salam perkenalan dariku, sekarang aku ingin membahas hal Indah itu sedikit lebih banyak lagi.

Kelas XI, tepatnya XI IPA 2. Saat itu kami baru saja naik dari kelas X nan kelam dan suram. Di sanalah pertama kalinya aku melihat hal Indah ini. Namun sama halnya dengan teman yang lain. Aku hanya melihatnya sebagai teman sekelas biasa.

Hari berlalu, aku semakin mengenal teman di kelas baru ini. Dan teman sebangku ku yang baru ternyata memiliki minat yang sama denganku. Sungguh kebetulan, atau sebuah Kutukan (?). Banyak pula karakter - karakter menarik di kelas ini yang membuatku semakin penasaran untuk mengetahuinya. Minder yang kurasakan di awal masuk SMA masih saja membelenggu, namun teman sebangku ku ini telah membangkitkan gairah bertemanku yang sudah sangat lama hilang. Kesibukkan persekolahan mulai kami jalani, tugas, PR, dan ulangan silih berganti kami lewati. Sama seperti hari sebelumnya aku hanya menghabiskan malamku di depan "kompie" (sebutan untuk komputer usang milik ayahku). Sebagian besar hidupku kuhabiskan di sosial media bernama Facebook. Di sana sebagian besar teman sekelasku sudah kutambahkan sebagai teman, sampai aku melihat sebuah nama yang tidak asing di antara daftar teman yang disarankan, dan dimulailah kisah ini...

Maksud hati yang hanya ingin tahu siapa dia sebenarnya kuluruskan hingga terbuka halaman profilnya. "Cantik juga", kataku dalam hati sambil meng-klik tombol add friend. Keesokan hari setelah aku menambahkannya sebagai teman, tidak kutemukan reaksi apapun dari hal Indah ini. "Mungkin dia belum sempat mengecek akunnya", pikirku. Malam harinya kulanjutkan kebiasaanku tersebut. Tanpa diduga dia menerima permintaan pertemananku. Mungkin dia sudah duluan mengenaliku. Aku menanggapi hal tersebut dengan sedikit rasa antusias, tapi hei, mana mungkin hubungan ini akan semakin berlanjut, teman Facebook saja sudah lebih dari cukup.

Tugas berat semakin banyak kami dapatkan dari guru tercinta. Kemampuan kami yang terbatas memaksa kami untuk meminta bantuan pada teman seperjuangan di kelas. Hal ini pula yang mungkin Ia alami. Saat itu tugas Agama Islam melanda kelas kami. Power Point tentang "Tokoh - Tokoh Islam di Indonesia " jika tidak salah ingat. Maka percakapan pertama kami pun dimulai lewat Facebook. Percakapan biasa antar teman kelas biasa, namun entah bagaimana aku berhasil mendapatkan nomor handphone-nya. Kejiadiannya seperti ini, aku menawarkan padanya bahwa aku bersedia mengerjakan tugas Agama Islam untuknya, dan Ia menyetujui itu. Namun selama pengerjaan, rumahku ASLI mengalami pemadaman listrik, takut terjadi hal yang tidak diinginkan, aku sempatkan meminta nomor handphone-nya sebelum baterai kompie ku habis. Mari anggap saja ini modus yang tak disengaja. Setelah mendapat nomor handphone-nya hubungan kami tanpa diduga semakin dekat, walau aku tahu dia sudah memiliki pasangan yang nota bene adalah temanku sejak SMP. Bertambah lah satu hal yang kuketahui tentangnya.

Yaak! Aku sudah merasakan mata ini mulai berat, dan masih banyak teman - teman dekat ku menunggu untuk kutanyai kabarnya di sosmed lain, dengan begitu, mari sudahi dulu bab ini, jika terlihat kata - kata yang kurang mengenakkan, mohon membaca blog ini sambil menutup mata.

untukmu yang berusaha dengan keras melupakanku


F

Minggu, 27 April 2014

Kelemahanku

Boleh aku bercerita?

Mungkin kamu akan membaca tulisan ini dengan penuh rasa tidak ingin tahu, namun izinkan aku menyelesaikan ini. Sebelum menyesal, katakan sajalah yang ingin kau katakan, itu kata orang bijak. Maaf menggunakan terlalu banyak kata "kata". Aku hanya berharap kamu tidak ngatain aku di dalam hati.

Mari ke pokok cerita, namaku Furqon. Aku anak ke-4 dari 4 bersaudara. Abang dan kakak-kakak ku semuanya sudah mampu hidup sendiri. Tinggal aku yang masih hidup bergantung pada orang tua. Umurku dengan saudara-saudaraku memang terbilang jauh. Aku hidup di keluarga yang bisa dikategorikan cukup. "Cukup" yang kumaksud di sini mencakup banyak hal. Dari tempat tinggal, penghasilan, komunikasi, maupun kasih sayang. Yah, soal kasih sayang mungkin bukan jumlahnya yang "cukup", tapi penyampaiannya yang benar-benar seperlunya. Bayangkan saja, suasana rumah yang begitu sepi seolah kuburan berbanding terbalik dengan jumlah penghuni rumah yang dapat dikatakan ramai. Untuk berkomunikasi kami harus memiliki suatu keperluan dengan anggota keluarga yang lain. Katakan saja kami membutuhkan yang namanya "modus" untuk dapat saling bicara. Parah bukan? Salah satu penyebabnya mungkin ketidakcocokkan kami dan perbedaan umur yang terpaut cukup jauh. Makan bersama? Melihat mereka sedang makan saja aku sudah bahagia, karena makan bersama tidak dibudayakan di rumah kami.

Fenomena ini terjadi tidak jauh dari jasa orang tua kami. Dimulai dari ayah yang sangat individualis. Bayangkan saja, untuk menghadiri suatu undangan saja sulitnya minta ampun, apalagi menghadiri pertemuan Orang tua di sekolah. Tidak mengherankan memang, karena sejak kecil ayahku sudah hidup berpisah dengan orang tuanya. Sejak kecil dia hidup bersama kakaknya. Selama hidup bersama kakaknya, ayahku melakukan segala sesuatunya sendiri, mungkin inilah penyebab sikap individualisnya. Ia lebih cenderung diam jika sedang berada di rumah. Kemudian ibuku, seorang true-woman yang benar walaupun salah. Tidak tahu lagi bagaimana mendeskripsikan ibuku. Intinya ibuku itu... LABIL. Sudah dulu tentang keluargaku. Sekarang mau kah kamu baca lebih banyak tentang aku ? Aku yakin jawabannya pasti tidak. Tapi izinkan aku menyelesaikan ini, karena orang bijak selalu mengatakan untuk katakanlah apa yang ingin kau katakan.

Hidup di keluarga seperti itu menjadikanku pribadi yang tertutup, penuh tanya, dan anti sosial. Aku selalu minder saat menghadapi lingkunganku, terutama teman sekolah. Saat temanku sedang asyik menceritakan keluarganya aku hanya terdiam, tak tau harus berkata apa. Tidak heran aku hanya mengenal sedikit teman saat masih duduk di bangku SMP. Minder-ku tetap berlanjut ke kehidupan SMA, namun setidaknya sudah berkurang sedikit. Tak satupun ekstrakulikuler yang berani aku masuki. sampai akhirnya sahabatku mendaftarkanku tanpa sepengetahuanku ke ekstrakulikuler Teater (Maaf terlalu banyak menggunakan imbuhan "ku", takutnya kalian malah mengira aku ku-rang ajar). Di situ lah titik balik mulai adanya perubahan dalam diriku. Aku mulai memutuskan untuk memiliki teman sebanyak mungkin di sekolah ini, Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Pontianak. Ada lagi orang bijak yang mengatakan padaku, masa terindah itu adalah di masa SMA, di SMA juga lah kau akan menemukan teman sejati. Aku sangat setuju dengan perkataan itu. Ya, di SMA juga lah aku bertemu dengan cinta pertamaku. Dia lah alasan aku untuk tidak minder dalam menjalani hidupku. Aku menyayanginya dengan segenap jiwaku, sampai aku pun memperlakukannya seperti keluargaku (cuek, diam) dan kupikir itu tindakan yang benar. Namun bagi dia yang hidup di keluarga yang bergelimang kasih sayang dan perhatian, perlakuan ku itu sangatlah jahat. Kurasa itulah yang membuatnya tidak bertahan lama dengan ku. Bodohnya aku tidak menyadari hal ini sejak lama. Sampai saat ini pikiranku tak pernah lepas dari bayangannya. Satu-satunya yang bisa kuharapkan darinya adalah agar cintaku tidak melupakanku. Tapi aku yakin dia pantas mendapat yang jauh lebih baik dariku.

Dalam seketika keinginan menulis ini mulai memudar, sebaiknya aku akhiri tulisan ini sebelum kemalasanku menyerang. Semoga minat menulisku akan segera datang kembali dalam waktu dekat, sekian.


-AlF